Nama: Selvi Wijaya (915120054)
Kelas: B (Dasar - dasar Periklanan)
Dosen: Santo Tjhin
Sumber:
- Buku "Advertising That Sells" oleh Dyah Hasto Palupi & Teguh Sri Prambudi
Summary:
- Bagian III - Be Controversial, Be Different, Big Idea
Be Controversial, Be different, Big Idea
·
Thought Leader
Kalau Anda tak akan bisa menjadi market leader...
Jadilah thought leader. Orang sering keliru bahwa di setiap kategori hanya ada
satu pemimpin. Padahal kenyataannya tak harus begitu. Di setiap kategori memang
ada satu market leader yang terbesar dan tergemuk. Namun, selalu saja ada
pemimpin lain yang dikagumi, yang dipuja, yang paling banyak bikin heboh, dan
yang paling banyak dibicarakan. Mereka adalah para – thought leader.
Thought leader = talk leader
Seperti halnya mereka, Dwi Sapta rupanya lebih
memilih menjadi thought leader, karena diakuinya langkah menjadi market leader
masih harus melintasi jalan yang begitu panjang dan berliku. Bagaimana caranya?
Formulanya sederhana: be controversial.Iklan soffell kontroversial karena
mengusung pendekatan comparative advertising yang secara telak menohok pemimpin
pasar. Agar lebih menggigit, uji tes yang lebih soft juga dilakukan Dwi Sapta
dengan menggunakan celebrity endorser, Paramitha Rusady dan Ussy Sulistiowati.
Tujuannya sama: membuktikan merek mana yang lebih ampuh mengusir nyamuk.
Digambarkan dalam iklan, Ussy meragukan keandalan Soffell. Lalu, Paramitha
menganjurkan uji tes di tanagan kanan dan kiri secara benar. Hasilnya, soffell
betul-betul lebih andal.
·
Blue Ocean
Iklan kontroversial produksi Dwi Sapta lainnya
adalah iklan Adem Sari, saat menggempur jantung pertahanan Cap Kaki Tiga, sang
pemimpin pasar, pada pertengahan 1990-an. Adem sari memang punya diferensiasi
yang cukup kuat untuk tak sekadar jadi pengekor layaknya pesaing lain, seperti
panjang Jiwo atau Cooling plus.
Singkatnya adem sari kontroversial karena, menantang
Goliath secara head-to-head dan cerdas menegasikan pesaing dengan blue ocean
strategy.
·
Melawan Arus Gaya Soffell
Soffell menjadi kontroversial karena mengganti
namanya dari nama yang sangat Indonesia menjadi nama yang berbau asing. Nama
yang sangat Indonesia dan merakyat ini penting karena target pasar Soffell
adalah menengah-bawah. Bagi kalangan menengah-bawah, nama merek yang down to
earth dan sesuai dengan keseharian mereka merupakan faktor reason to buy yang
cukup menentukan. Kalau diganti dengan nama yang asing bagi mereka, bisa-bisa
mereka emoh membeli.
Iklan sengaja tidak dibikin yang atraktif, cukup
mengkomunikasikan pesan yang pendek, sederhana, dan informatif. Dalam iklannya
di TV hanya digambarkan stiker saripuspa dikelupas dan berganti menjadi
soffell.
·
Berani tampil Beda
Contoh iklan yang berani tampil beda adalah
Mixagrip. Pada saat menangani kembali Mixagrip tahun 2000, Dwi Sapta dihadapkan
pada kenyataan bahwa produk ini miskin diferensiasi. Komposisinya hampir sama
dengan pesaing. Sehingga tak ada unique selling point yang bisa dipakai sebagai
senjata untuk memasarkannya.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan membuat aturan
superketat: perusahaan obat tidak boleh terang-terangan menyebutkan khasiat dan
janji kesembuhan dari serangan flu. Maka, bagi Mixagrip tantangannya adalah,
bagaimana bisa bertahan sebagai pemimpin pasar di tengah persaingan obat flu
yang hiperkompetitif, tapi miskin diferensiasi.
Menghadapi keterbasan ini, tim kreatif Dwi Sapta
kemudian menawarkan konsep iklan yang out of the crowd alias keluar dari
kerumunan standar baku iklan obat flu waktu itu. Apa standar baku itu? Umumnya,
iklan obat flu waktu itu menggunakan endorser pelawak kondang, antara lain
Basuki atau Timbul, karena hampir semua merek obat itu menggunakan pelawak,
semua iklan obat flu menjadi generik, terbuka peluang menghasilkan point of
differentiation.
·
Big Idea
Coba kita lihat beberapa di antaranya, yang pertama
ide iklan “Orang Pintar Minum Tolak Angin”, Ide iklan ini hebat karena sukses mereposisi
jamu yang selama puluhan, barangkali malah ratusan tahun dianggap sebagai
produk kelas dua, memiliki kualitas medioker; diolah dengan cara tradisional,
teknologi tradisional, dan peralatan tradisional, memiliki citra buruk
old-fashioned, dipandang tidak higienis; dikonsumsi kalangan bawah
tradisional-menjadi produk modern yang memiliki posisi terhormat.
Kehadiran iklan ini telah merevitalisasi Sido muncul
dari perusahaan jamu yang tradisional, dengan kinerja penjualan yang
biasa-biasa saja, bahkan terancam krisis, menjadi pemimpin pasar yang terhormat
dan disegani di negeri ini. Lalu iklan ini merevitalisasi dan memperbarui citra
industri jamu secara keseluruhan, dari posisi produsen kelas kambing menjadi
sejajar dengan produsen obat dan makanan modern yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar