Halaman

Senin, 18 November 2013

BE CONTROVERSIAL, BE DIFFERENT, BIG IDEA

Nama: Selvi Wijaya (915120054)
Kelas: B (Dasar - dasar Periklanan)
Dosen: Santo Tjhin


Sumber:
  • Buku "Advertising That Sells" oleh Dyah Hasto Palupi & Teguh Sri Prambudi
Summary:
  • Bagian III - Be Controversial, Be Different, Big Idea



Be Controversial, Be different, Big Idea

·         Thought Leader

Kalau Anda tak akan bisa menjadi market leader... Jadilah thought leader. Orang sering keliru bahwa di setiap kategori hanya ada satu pemimpin. Padahal kenyataannya tak harus begitu. Di setiap kategori memang ada satu market leader yang terbesar dan tergemuk. Namun, selalu saja ada pemimpin lain yang dikagumi, yang dipuja, yang paling banyak bikin heboh, dan yang paling banyak dibicarakan. Mereka adalah para – thought leader.
Thought leader = talk leader
Seperti halnya mereka, Dwi Sapta rupanya lebih memilih menjadi thought leader, karena diakuinya langkah menjadi market leader masih harus melintasi jalan yang begitu panjang dan berliku. Bagaimana caranya? Formulanya sederhana: be controversial.Iklan soffell kontroversial karena mengusung pendekatan comparative advertising yang secara telak menohok pemimpin pasar. Agar lebih menggigit, uji tes yang lebih soft juga dilakukan Dwi Sapta dengan menggunakan celebrity endorser, Paramitha Rusady dan Ussy Sulistiowati. Tujuannya sama: membuktikan merek mana yang lebih ampuh mengusir nyamuk. Digambarkan dalam iklan, Ussy meragukan keandalan Soffell. Lalu, Paramitha menganjurkan uji tes di tanagan kanan dan kiri secara benar. Hasilnya, soffell betul-betul lebih andal.

·         Blue Ocean

Iklan kontroversial produksi Dwi Sapta lainnya adalah iklan Adem Sari, saat menggempur jantung pertahanan Cap Kaki Tiga, sang pemimpin pasar, pada pertengahan 1990-an. Adem sari memang punya diferensiasi yang cukup kuat untuk tak sekadar jadi pengekor layaknya pesaing lain, seperti panjang Jiwo atau Cooling plus.
Singkatnya adem sari kontroversial karena, menantang Goliath secara head-to-head dan cerdas menegasikan pesaing dengan blue ocean strategy.
·         Melawan Arus Gaya Soffell
Soffell menjadi kontroversial karena mengganti namanya dari nama yang sangat Indonesia menjadi nama yang berbau asing. Nama yang sangat Indonesia dan merakyat ini penting karena target pasar Soffell adalah menengah-bawah. Bagi kalangan menengah-bawah, nama merek yang down to earth dan sesuai dengan keseharian mereka merupakan faktor reason to buy yang cukup menentukan. Kalau diganti dengan nama yang asing bagi mereka, bisa-bisa mereka emoh membeli.
Iklan sengaja tidak dibikin yang atraktif, cukup mengkomunikasikan pesan yang pendek, sederhana, dan informatif. Dalam iklannya di TV hanya digambarkan stiker saripuspa dikelupas dan berganti menjadi soffell.
·         Berani tampil Beda

Contoh iklan yang berani tampil beda adalah Mixagrip. Pada saat menangani kembali Mixagrip tahun 2000, Dwi Sapta dihadapkan pada kenyataan bahwa produk ini miskin diferensiasi. Komposisinya hampir sama dengan pesaing. Sehingga tak ada unique selling point yang bisa dipakai sebagai senjata untuk memasarkannya.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan membuat aturan superketat: perusahaan obat tidak boleh terang-terangan menyebutkan khasiat dan janji kesembuhan dari serangan flu. Maka, bagi Mixagrip tantangannya adalah, bagaimana bisa bertahan sebagai pemimpin pasar di tengah persaingan obat flu yang hiperkompetitif, tapi miskin diferensiasi.
Menghadapi keterbasan ini, tim kreatif Dwi Sapta kemudian menawarkan konsep iklan yang out of the crowd alias keluar dari kerumunan standar baku iklan obat flu waktu itu. Apa standar baku itu? Umumnya, iklan obat flu waktu itu menggunakan endorser pelawak kondang, antara lain Basuki atau Timbul, karena hampir semua merek obat itu menggunakan pelawak, semua iklan obat flu menjadi generik, terbuka peluang menghasilkan point of differentiation.

·         Big Idea

Coba kita lihat beberapa di antaranya, yang pertama ide iklan “Orang Pintar Minum Tolak Angin”, Ide iklan ini hebat karena sukses mereposisi jamu yang selama puluhan, barangkali malah ratusan tahun dianggap sebagai produk kelas dua, memiliki kualitas medioker; diolah dengan cara tradisional, teknologi tradisional, dan peralatan tradisional, memiliki citra buruk old-fashioned, dipandang tidak higienis; dikonsumsi kalangan bawah tradisional-menjadi produk modern yang memiliki posisi terhormat.


Kehadiran iklan ini telah merevitalisasi Sido muncul dari perusahaan jamu yang tradisional, dengan kinerja penjualan yang biasa-biasa saja, bahkan terancam krisis, menjadi pemimpin pasar yang terhormat dan disegani di negeri ini. Lalu iklan ini merevitalisasi dan memperbarui citra industri jamu secara keseluruhan, dari posisi produsen kelas kambing menjadi sejajar dengan produsen obat dan makanan modern yang lain.

Tidak ada komentar: