Halaman

Sabtu, 16 November 2013

IKLAN DAN TRANSFORMASI

Nama: Selvi Wijaya (915120054)
Kelas: B (Dasar - dasar Periklanan)
Dosen: Santo Tjhin


Sumber:
  • Buku  PERIKLANAN Perspektif Ekonomi Politik
Summary:
  • Bagian V - Iklan dan Transformasi


Bab ke lima ini menjelaskan peran ilmu pengetahuan dalam praktek periklanan, berbagai perubahan yang terjadi di seputar praktek periklanan, perubahan pola konsumsi masyarakat, penyerapan nilai-nilai budaya dalam kepentingan ekonomi, serta dampak reformasi terhadap wajah pertelevisian di Indonesia.


KOLABORASI ILMU

Kita sering melihat berbagai iklan dengan cuplikan indah, warna-warni yang menarik, atau dengan gagasan-gagasan luar biasa yang terkadang tidak pernah terpikirkan oleh kita, hingga membuat mata terbelalak dan memori menyerapnya. Keahlian dalam menciptakan ‘karya seni iklan’ tidak bisa diperoleh tanpa dukungan ilmu pengetahuan.Iklan bukan hanya sekedar tayangan iklan komersial, iklan merupakan perpaduan atau kolaborasi dari berbagai ilmu yang tampil menjadi sebuah karya kreatif. Paling tidak ada beberapa ilmu yang menopang iklan seperti, sosiologi, psikologi dan komunikasi.

Dalam ilmu sosiologi, ada kajian yang paling berguna di periklanan, salah satunya adalah demografi sosial. Bagi seorang marketer/advertiser, demografi sangat penting untuk menentukan suatu produk yang hendak dipasarkan. Produk akan dianalisis terlebih dahulu seperti, siapa sasaran konsumen? Berapa harga yang akan ditetapkan? Bagaimana cara pemasarannya? Dimana lokasi penjualannya? Melalui analisis demografi, produsen memiliki informasi yang dapat dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan menyangkut produknya. Karena itu, sukses atau tidaknya sebuah iklan bisa dianalisis dari seberapa serius para pembuat iklan memandang demografi masyarakat. Misalnya, iklan produk minuman ringan yang mengambil latar kehidupan perkotaan barangkali tidak akan berdampak signifikan bagi konsumen yang berada di pedesaan.
Indikator kelas sosial juga berguna bagi praktek periklanan karena tidak jarang perilaku seseorang dalam mengonsumsi sesuatu sangat dipengaruhi oleh posisi mereka di dalam masyarakat atau pergaulannya. Penjual atau pengiklan bisa menentukan produk mereka sesuai dengan class-based market segments, ditambah dengan informasi mengenai penghasilan mereka. 

Selanjutnya dalam kajian Psikologi, yang berperan penting dalam periklanan adalah persuasi dan life-style. Dalam periklanan, persuasi digunakan dengan cara yang berbeda-beda. Salah satu bentuk persuasi adalah presenter. Persuasi adalah bentuk persuasi dengan cara menyampaikan testimoni dan menjelaskan kegunaan dari sebuah produk. Sedangkan demonstration adalah bentuk persuasi periklanan yang menampilkan uji coba atau bukti-bukti seperti gambaran “lantai menjadi lebih bersih”, “gigi menjadi lebih kuat”. Sementara yang disebut scile of life adalah persuasi iklan dengan cara menghubungkan sebuah produk dengan kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan nyata, dengan kata lain merek sebuah produk muncul secara alamiah setiap harinya. Seperti iklan produk (kopi,susu,teh) dalam tayangannya menampilkan aktivitas khas yang biasa dilakukan pada pagi hari.

Kategori life-style (studi tentang kepribadian)  sangat berguna bagi periklanan. Nilai dan segmentasi gaya hidup sebagai sebuah perilaku yang memengaruhi seseorang dalam mengonsumsi produk. Kecenderungan seseorang mengonsumsi produk sangat variatif. Ada yang mengonsumsi karena merek, kepopuleran produk, produk dianggap paling unggul, atau karena loyalitas.

Ketika kita berbicara tentang sasaran konsumen, secara ontologis konsumen pada dasarnya bersifat massa, heterogen, tidak saling mengenal, dan tersebar dimana-mana. Komunikasi massa memberikan perspektif tentang bagaimana iklan harus dibuat sebagai bentuk pesan yang sifatnya massal. Dengan ilmu komunikasi, pesan periklanan diolah melalui berbagai pertimbangan. Apakah pesan itu akan dikemas secara langsung atau tidak, disampaikan melalui bahasa verbal atau non verbal, ditransmisikan melalui media cetak atau elektronik, serta disampaikan kepada komunikan mana yang menjadi konsumennya.
Melalui dukungan ilmu pengetahuan, iklan telah mengalami transformasi dalam berbagai segi, baik sebuah strategi pemasaran maupun sebagai sebuah kajian keilmuan.

POLA KONSUMSI

Sebagai sebuah tempat pemasaran massa, pusat perbelanjaan memperlihatkan pola konsumsi masyarakat yang mengalami transformasi dari waktu ke waktu. Sebelum munculnya konsep mall atau departement store, pasar tradisional merupakan sebuah tempat berbelanja dengan desain sederhana dan tujuan yang sederhana pula. Munculnya konsep mall, aktivitas berbelanja tidak diposisikan sebagai pola pemenuhan kebutuhan melainkan menjadi aktivitas yang menyenangkan. Namun konsep mall dengan segala yang mereka tawarkanpada akhirnya mengalami kejenuhan. Ruang-ruang belanja yang tertutup seperti mall kini mulai digantikan dengan ruang terbuka hijau atau lebih dikenal dengan sebutan city walk.
Pola konsumsi yang berubah juga terjadi di setiap mini market. Seperti circle K, indomaret yang berlomba-lomba menjadikan tempat mereka sebagai rumah kedua yang menyenangkan. Mereka menyediakan meja dan kursi untuk bersantai bagi konsumennya, siapa lagi kalau bukan remaja sasarannya.
Saat ini transformasi lain dari konsumsi dan periklanan juga terjadi beriringan dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Seoran individu bisa mendapatkan barang yang ia inginkan dengan menggunakan layanan akses cepatseperti, tokobagus.com, berniaga.com, atau kaskus.com.

INKORPORASI BUDAYA

Secara harfiah, inkorporasi berarti menyatukan, menggabungkan atau menjadi satu. Makna inkorporasi merujuk pada suatu proses sosial kelas dominan yang mengambil elemen-elemen kebudayaan kelas subordinat dan menggunakannya untuk memperkuat status quo. Contoh, aktivitas graffiti atau coretan dinding. Dalam wacana subkultur, graffiti dipandang sebagai bentuk kritik, sindiran terhadap kekuasaan yang digores ke tembok-tembok jalanan, akhirnya graffiti dipandang sebagai  kegiatan seni tanpa esensi perlawanan. Sejalanan dengan musik, mode pakaian, atau tren populer. Iklan menjadi wahana transformasi bagi berbagai aspek budaya yang ada. Lambat laun periklanan tidak hanya sebagai media promosi sebuah produk, lebih dari itu, iklan difungsikan sebagai media konstruksi budaya melalui gambar-gambar yang mereka tampilkan. Inkorporasi budaya dalam iklan kemudian tidak lepas dari proses komodifikasi dengan memanfaatkan aspek budaya itu sendiri.

DARI PANOPTIK MENUJU HIPNOTIK

Pada masa orde baru, paling tidak terdapat dua wacana yang berkaitan dengan status informasi:
1.      Informasi dijadikan alat pemerintah untuk memetakan kelompok mana yang sejalan dengan visi kekuasaan dan kelompok mana yang memiliki jalan berbeda.
2.      Informasi yang benar menjadi barang mahal karena saluran media sangat terbatas. Masyarakat umum menjadikan televisi sebagai media utama dalam memperoleh informasi, namun tidak tahu pasti apakah informasi yang mereka terima benar atau tidak.
Sekarang tidak ada lagi cerita tentang keterbatasan informasi, yang ada adalah pembudakan. Citra media sebagai alat panoptik juga berubah menjadi alat hipnotik. Sensor tidak lagi dalam bentuk kasar seperti melarang publikasi, memotong berita, mengganti dengan bahasa yang lebih halus, tetapi sensor justru terjadi dalam berlimpahnya berita.
Sistem kormesial yang telah diterapkan, mau tidak mau sumber keuangan media massa harus bertumpu pada seberapa banyak iklan yang masuk ke kantong media tersebut. Disinilah berbagai komodifikasi diterapkan. Ragam berita, film, musik, kuis, sinetron, ajang pencarian bakat atau infotaiment, menghipnotis masyarakat menuju budaya baru yang biasa disebut budaya populer.







Daftar Pustaka:
Supriadi, Yadi. 2013. Periklanan Perspektif Ekonomi Politik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.


Tidak ada komentar: